Ruas Tol Cipali KM 122 yang ambles. Amblesnya ruas jalan tol itu membuat kemacetan cukup panjang, Selasa (9/2/2021)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Anggota Ombudsman RI Hery Susanto mengatakan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Tentang Perubahan Kelima Atas PP No 15 Tahun 2005 Tentang Jalan Tol yang tengah disipakan Kementerian PUPR tidak mengakomodir aspirasi publik.
Hal yang paling nyata adalah kebijakan tarif tol yang selalu naik setiap dua tahun sekali tetapi Standar Pelayanan Minimum (SPM) jalan tol tidak terpenuhi.
“Pemerintah tidak fair karena SPM tidak terpenuhi. Konsekuensi kebijakan privatisasi jalan tol berimplikasi terhadap tarif tol semakin mahal dan naik setiap dua tahun,” ujar Hery dalam keterangannya, Sabtu (6/3/2021).
Hery menjabarkan sejumlah keluhan masyarakat yang muncul dalam penggunaan jalan tol yakni kinerja pelayanan jalan tol terus mengalami distorsi, terutama kemacetan yang semakin sulit diatasi.
Menurut dia kualitas jalan tidak memadai sebagai jalan yang berbayar, misalnya ruas jalan banyak yang berlubang hingga jalan tol yang belum nyaman bagi pengguna.
“Kebijakan e-toll menambah beban biaya pengeluaran masyarakat. Dengan e-toll, berapa besar dana masyarakat tersisa yang mengendap. Siapa yang diuntungkan? Karena dana sisa pada e-toll belum bisa digunakan untuk semua transaksi,” ujar Hery.
Hery menegaskan, dalam pelaksanaannya RPP jalan tol bertentangan dengan prinsip pelayanan publik sesuai UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, maka dapat dipastikan akan menuai protes maupun gugatan publik.
“Perlu dijelaskan pokok-pokok pikiran terkait alasan perubahan pasal-pasal dalam RPP tersebut. Pasal-pasal yang dihapus, diubah maupun ditambah dengan menyesuaikan pada UU Ciptaker. Kedua, jalan tol merupakan barang publik (public goods) yang cenderung mengalami perubahan menjadi barang quasi (quasi goods) tentu erat kaitannya dengan pelayanan publik,” ujarnya.
Esensi dari UU No 25 tentang Pelayanan Publik harus dicantumkan dalam klausul RPP Tentang Jalan Tol.
“RPP ini harus memuat prinsip-prinsip pelayanan publik, yakni kepastian hukum, keterbukaan, partisipatif, akuntabilitas, kepentingan umum, profesionalisme, kesamaan hak, serta keseimbangan hak dan kewajiban,” imbuhnya.
Pihaknya memberi masukan agar pemerintah segera menyelaraskan peraturan perundang-undangan teknis sebagai derivasi dari RPP ini sebagaimana mestinya.